Thursday, 27 August 2015

MERENUNGI AYAT-AYAT INSPIRATOR


Posted : Ulul Azmi U. Sumber : 
E-Book merenungi ayat-ayat inspirator ( Rahmat. ST)
 Renungan 1: Shalat dan Shabar Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
 Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah:45-46)Kita sering kali mencari pertolongan ke sana ke mari saat kita ditimpa masalah, namun kita (mungkin hanya saya), malah sering lupa untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT melalui shalat dan shabar. Shalat adalah bukti ketundukan kita kepada Allah SWT, shalat adalah do’a, shalat adalah ibadah yang bukan hanya memuji Allah SWT tetapi juga berisi permintaan-permintaan kita kepada Allh SWT. Alangkah indahnya dalam sujud dan ruku’ kita mensucikan dan memuji Allah sebagai simbol ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, jangankan kepada makhluq-Nya yang tunduk dan taat, bahkan kepada orang-orang yang membangkang pun dengan segala kesombongannya, Allah masih tetapi memberikan nikmat tiada tara. Mungkin kita perlu membenahi shalat kita, agar sesuai dengan syariat dan menjalankannya dengan penuh kekhusyuan. Kita seharusnya malu jika masih setengah-setengah menjalankan shalat, mengabaikannya, tidak peduli apakah shalat kita sudah benar atau tidak, dan shalat hanya penggugur kewajiban. Sudahkah shalat kita sesuai syariat? Sudahkah kita yakin bahwa shalat kita sudah sesuai dengan syariat? Marilah kita bertanya, apakah takbiratul ihram kita sudah benar? Jika ya, tahukah Anda ayat atau hadits yang membuktikan bahwa takbiratur ihram kita itu sudah benar? Jika kita masih ragu atau masih belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, berarti kita masih perlu belajar, masih perlu membuka buku-buku fiqh dari ulama terpercaya. Inspirasi buat saya, meski sudah seperempat abad saya shalat, saya harus tetap mempelajari bagaimana cara shalat yang benar. Saya harus membaca buku dan bertanya, bagaimana shalat yang benar, dengan mengetahui dalil-dalil yang membuktikan kebenaran tersebut. Sudahkah shalat kita khusyu’? Bukan sembarang shalat yang akan menjadi penolong kita. Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa orang yang bisa menjadikan shabar dan shalat sebagai penolong ialah mereka yang khusyu’. Tidak ada ukuran baku dalam shalat khusyu’, oleh karena itu kembali kita meminta kepada Allah SWT agar menjadikan shalat kita dengan khusyu’. Shalat yang khusyu adalah shalat yang dikerjakan dalam nuansa harap, cemas, dan cinta, serta dengan takbir yang sempurna, lantunan ayat yang tartil, ruku’ dengan tawadhu, sujud dengan diliputi kerendahan hati dan keikhlasan. Tentu tidak lupa harus sesuai dengan syariat. Sebagai tip agar shalat kita lebih khusyu’ ialah dengan menganggap bahwa shalat yang kita lakukan adalah shalat yang terakhir, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, Jika kamu berdiri untuk melaksanakan shalat, maka shalatlah sperti shalatnya orang-orang yang akan berpisah (meninggal). (HR Ibnu Majah) Subhanallah. Allah sudah menyediakan suatu solusi kepada kita, untuk setiap masalah yang dihadapi. Cara yang lengkap, bukan hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan, tetapi juga bagaimana melakukannya dengan baik yang benar. Masihkah kita takut dengan masalah? Masihkah kita menghindari masalah? Masihkan kita frustasi dengan masalah? Padahal Allah SWT sudah memberikan solusi bagi kita? Jalani hidup. Hadapi masalah. Jangan menjadi pengecut sehingga kita tidak berkarya, tidak mencoba berbuat sesuatu yang besar karena takut masalah menghadap kita. Banyak pemuda yang enggan menikah karena alasan belum siap, padahal solusi sudah disiapkan oleh Allah SWT. Banyak orang yang tidak mau memikul beban dakwah, padahal solusi sudah disiapkan oleh Allah SWT. Saat Rasulullah saw dan para sahabat hijrah, mereka meninggalkan kampung halaman, meninggal harta benda, dan meninggalkan keluarga. Mereka mengambil resiko untuk meraih sesuatu yang lebih besar. Mereka tahu, masalah bisa saja muncul baik saat hijrah dan setelahnya. Tetapi mereka tetap menjalaninya, karena mereka yakin masalah yang akan ditemui, Allah SWT sudah menyiapkan solusinya. Rasulullah saw selalu menjadikan shalat sebagai solusi berbagai masalah seperti yang kita baca dalam berbagai riwayat. Hudzaifa bin Al Yaman menceritakan, “Jika Rasulullah saw ditimpa sebuah kesulitan beliau bersegera melaksanakan shalat.” Begitu juga yang diriwayatkan oleh Haritsah bin Madhrib, “Aku mendengar Ali ra. berkata, ‘Kamu melihat kami dan segala keadaan kami pada malam perang Badar kecuali Rasulullah saw, beliau mengerjakan shalat dan berdo’a hingga datang waktu subuh.’” Sering kali saya mendengar jika seseorang sakit dia seolah-olah ada alasan untuk tidak shalat. Padahal justru shalat bisa mengobati penyakit, seperti apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah saat dirinya sedang sakit perut. Rasulullah saw. bertanya, “Apa kamu sakit perut?” Ia menjawab. “Benar.” Beliau bersabda, “Berdirilah dam kerjakan shalat. Sesungguhnya dalam shalat itu terdapat kesembuhan.” Allahuakbar. Marilah kita hadapi hidup dengan tegar. Biarkan masalah datang, tidak usah kita hindari apa lagi lari dari masalah. Saat kita lari dari masalah, sebenarnya hanya menuju ke masalah yang lain yang mungkin saja lebih besar dari masalah yang kita hadapi saat ini. Kita sudah memiliki solusi dari setiap masalah yang muncul yang sudah disiapkan oleh Allah SWT untuk kita. Marilah jalani hidup dengan lebih semangat dan optimis. Tidak ada alasan untuk tidak. Saat kesulitan menghimpit, bersabarlah…. Saat kita menghadapi masalah. Saat kita memerlukan pertolongan, yang kita bisa lakukan selain shalat adalah bershabar. Memang ada yang lain? Usaha! Yah usaha, yang sebenarnya usaha adalah bagian dari shabar. Hanya saja usaha dalam rangka shabar lebih bermakna ketimbang hanya usaha saja yang bisa saja membuat kita frustasi. Memang, makna kesabaran bukanlah kita diam, pasrah, dan menyerah. Shabar bersanding dengan usaha bahkan dalam berbagai ayat kita temukan shabar sering disandingkan dengan kata jihad. Inilah maknanya buat kita, Usaha/jihad + shabar = pertolongan Allah SWT Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali 'Imraan: 200) Jadi janganlah cepat menyerah. Majulah terus, usahalah terus, sebab jika kita shabar insya Allah, Allah SWT akan menolong kita karena ini yang diperintahkan-Nya kepada kita. Kenapa harus takut jika ada jaminan dari Allah? Kenapa harus ragu jika Allah SWT akan menolong kita? Ini bukan kata saya, ini ayat Al Quran, yang ditujukan untuk kita semua. Dengan bershabar, kita akan menjadi lebih semangat dalam menjalani hidup. Bagaimana tidak, pertolongan Allah SWT sudah di depan mata. Tinggal sejauh
 Renungan 2: Kesulitan Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyrah:5-6). Jika kita membaca ayat ini, mengapa kita harus takut. Sebab jika saat ini kita sedang sulit, maka esok kemudahanlah yang akan menghampiri kita. Ayat ini sungguh memberikan inspirasi bagi kita yang sedang mengalami kesulitan, ayat yang memberikan dorongan kepada kita untuk tetap bertahan, tetap semangat dalam menghadapi hidup yang penuh kesulitan. Kemudahan, atau pertolongan Allah SWT, akan datang. Tenanglah! Seperti tenangnya Nabi Musa as. saat akan tersusul oleh pasukan Fir’aun, seperti diceritakan dengan indah dalam Al Quran, Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikutpengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy Syu'araa':60-62). Jika kita meneladani Nabi Musa as., kita juga bisa mengatakan “sesungguhnya Allah bersamaku, Dia akan memberikan petunjuk kepadaku” saat kita ditimpa masalah yang seolah-olah tidak akan bisa hadapi atau selesaikan. Jadi, janganlah bersedih dan janganlah berputus asa saat kesulitan menghimpit kita, karena dengan pertolongan Allah SWT, kemudahan akan datang kepada kita. Jangan pernah terhimpit, karena keadaan akan berubah. Seperti sebuah lagu dari mendiang Chrisye, Badai pasti berlalu. Tunggulah kemudahan tersebut, sudah dijamin koq oleh Allah dalam Al Quran yang mustahil salah. Tentu saja sambil mengharap pertolongan Allah dengan shabar dan shalat. Hari esok adalah ghaib, kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok, bisa saja esoklah datangnya kemudahan tersebut. Jadi selalu ada harapan di hari esok. Justru jika kita tidak memiliki harapan di hari esok, artinya kita sudah sok mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Kita menganggap esok hari akan seperti ini saja, maka sama artinya kita mendahului ketentuan Allah SWT. Allahlah yang menentukan hari esok akan seperti apa, dan kita memang tidak diberitahu. Bisa saja besok hidup kita lebih baik. Besok, selalu ada harapan untuk kita. Begitu juga dengan rezeki, mungkin saat ini begitu sulit karena akan ada kemudahan setelah ini. Jangan sampai kita menyerah dengan cara tidak mau mencari rezeki yang lebih besar karena takut kehilangan rezeki yang sudah ada. Ada juga yang berharap kepada orang dengan cara menjilat dan merendahkan diri dihadapan orang lain. Allah sudah menyiapkan rezeki bagi kita, jadi meskipun saat ini serasa sulit, sebenarnya sudah Allah siapkan untuk kita. Kemudahan akan kita dapatkan setelah kesulitan ini. Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Huud:6). Hikmah Kesulitan Daripada tenggelam dengan kesedihan akibat kesulitan, mengapa kita tidak berusaha mengambil hikmah dengan cara berprasangka baik kepada Allah SWT. Mungkin dengan datangnya kesulitan kepada kita, agar kita: 1. memiliki hati yang lebih kuat, sebab kesulitan menguatkan hati kita 2. sadar dengan segala kekurangan dan kesalahan sehingga kita bertaubat dan dosa kita diampuni. 3. bebas dari rasa ‘ujub, kesulitan adalah bisa saja sebagai teguran karena kita merasa bisa dan merasa pintar 4. tidak lalai, sudah nyata kesulitan ada dihadapan kita 5. lebih banyak mengingat Allah SWT 6. lebih bershabar, karena mungkin saja kesulitan ini adalah latihan bershabar 
Renungan 3: Hasbunallah wa ni’mal wakiil (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Ali “Imran:173-174) Mengapa harus cemas, mengapa harus takut, mengapa harus khawatir? Bukankah ada Allah SWT yang menjadi penolong dan pelindung kita? Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya saat perang Uhud dimana masukan kafir sudah bersiap menyerang, perkataan yang keluar dari mereka ialah hasbunallah wa ni’mal wakiil. Kita adalah makhluq lemah, kita tidak memiliki kekuatan. Kekuatan hanya milik Allah Yang Mahakuat, maka serahkanlah segara urusan kepada-Nya. Karena siapa lagi yang mampu menolong dan menjadi pelindung untuk segala urusan kita selain Allah? Insya Allah jika kita bertawakal ke Allah SWT, maka Dia akan menjadi Penolong dan Pelindung kita. Setelah merenungi ayat ini, tidak lagi kita perlu takut. Kita bisa melangkah di muka bumi ini dengan langkah yang berani. Bukan berani karena rasa takabur atau sombong, tetapi berani karena Allah menjadi Penolong dan Pelindung. Siapa atau apa yang mampu mengalahkan kekuasaan-Nya? Tidak, tidak ada sesuatu pun. Lalu mengapa kita harus takut, cemas, atau khawatir? Kesusahan, bencana, kemiskinan, dan kesulitan lainnya adalah kecil dihadapan Allah. Serahkanlah semuanya kepada Allah Yang Maha Kuat dan Maha Kaya jika kita ingin mampu menghadapi kesusahan dan bencana. Tidak perlu takut menghadapi musuh-musuh Allah saat berdakwah, sebab siapa yang mampu mengalahkan Pelindung dan Penolong kita? Tidak ada lagi alasan untuk takut, tidak alasan untuk tidak semangat, tidak alasan untuk khawatir akan hari esok, sebab kita sebenarnya sudah memiliki Pelindung dan Penolong. Mari kita jadikan kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil” sebagai semboyan hidup kita. Jika harta kita sedikit, hutang yang banyak, maisyah yang terhambat, mengadulah kepada Penolong dan Pelindung kita. Saat kita mau berdakwah, rintangan dan halangan selalu ada. Tetapi sekarang hal ini tidak lagi bisa menjadi alasan kita untuk tidak berdakwah karena Allah yang menjadi Pelindung dan Penolong kita. Tidak peduli musuh kita banyak. Tidak peduli musuh kita kuat. Tidak peduli kita hanya sendiri. Jika Allah Pelindung dan Penolong kita, semua musuh akan bisa dikalahkan. Tidak akan yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Ingatlah Penolong dan Pelindung mu itu Mengapa kita sering kali tetap khawatir dan takut? Mungkin karena kita sering lupa bahwa kita memiliki Penolong dan Pelindung. Oleh karena itu kita harus mengingat-Nya terus agar hati kita tenang. Tidak ada suatu pekerjaan yang bisa membuat hati kita tenang selain kita mengingat-Nya. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al Ra’d:28) Bahkan saat kita menghadapi musuh perang, yang kita perlukan adalah mengingat Allah agar kita bisa memenangkan perang tersebut. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS Al Anfaal:45) Hanya Allah-lah yang mampu memberikan ketengan kepada kita, Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al Fath:18) Berjalanlah. Bertindaklah. Mencobalah. Sambil mengingat Penolong dan Pelindung kita, bukan hanya ketenangan yang kita dapat, juga kemenangan. Karena, Allah yang menghidupkan kita, yang mematikan kita, yang memberi rezeki, yang menentukan apa yang terbaik bagi kita. Kenapa harus takut? Sekarang, saatnya kita hidup dimuka bumi ini tanpa rasa khawatir, Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Yunus:62) 
Renungan 4: Bersyukurlah… Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim:7) Saat kehilangan sesuatu, saat mengalami kerugian, atau saat tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, sering kali jiwa kita terguncang sehingga patah semangat, tidak lagi memiliki motivasi. Kita sering lupa mensyukuri yang sudah kita miliki, kita juga sering melupakan hikmah yang tak ternilai dari suatu kegagalan yang harusnya kita syukuri. Padahal berdasarkan ayat diatas, jika kita mau bersyukur maka Allah menjanjikan akan menambah nikmat kita. Oleh karena itu kita seharusnya menysukuri apa yang sudah Allah berikan kepada kita, kita juga harus mensyukuri apa yang kita dapatkan meskipun sekecil apa pun. Ini adalah rahasia melipat gandakan nikmat kita. Saat kita berusaha, syukurilah nikmat yang kita dapatkan agar ditambah oleh Allah SWT. Jadi, tetaplah semangat meski hasil kita kecil, sebab jika kita mensyukurinya, yang kecil tersebut bisa menjadi besar. Sangat ironis, sudah kecil, tidak kita syukuri. Alangkah bodohnya orang yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah SWT. Mereka sering menyangka bahwa yang namanya nikmat itu adalah rezeki dalam bentuk materi yang jumlahnya besar. Padahal tidak, nikmat yang sudah kita dapatkan itu sangat banyak, jika kita berusaha untuk menyebutkannya, kita tidak akan bisa. Seperti yang dijelaskan dalam Al Quran, Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS Ibrahim:34) Nikmatilah hidup, tetaplah semangat meski penghasilan kita kecil, karena kita bisa melipat gandakannya dengan mensyukurinya. Renungkanlah, betapa banyaknya nikmat yang sudah kita miliki. Jangan risau, jangan takut untuk gagal, sebab kegagalan sebesar apa pun tidak akan menghabiskan nikmat-nikmat yang ada pada diri kita. 
Renungan 5: Benci Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah:216) Betapa sering kita membenci sesuatu, seperti tugas yang berat (sebagai contoh dalam ayat diatas adalah perang), kegagalan, kekurangan yang ada dalam diri kita, dan kehilangan. Namun kita tidak pernah tahu, bisa jadi apa yang kita benci itu justru baik menurut Allah SWT. Perang, adalah sesuatu hal yang sangat dibenci orang, tetapi mungkin saja hanya dengan jihad di jalan Allah kita bisa masuk syurga. Saat kita mengejar sesuatu kemudian gagal, bisa saja justru kegagalan ini akan membawa kebaikan kepada kita. Sebagai contoh, misalnya Anda melamar ke suatu perusahaan, dan Anda gagal menjadi karyawan perusahaan tersebut, kita membencinya. Tetapi ternyata karyawan yang ada di dalam perusahaan itu tidak bisa bebas beribadah. Ada juga orang yang merasa membenci dirinya karena dirinya tidak tampan atau tidak cantik. Padahal bisa jadi jika dia cantik, dia malah terjurumus ke dunia orang-orang yang suka pamer aurat yang dibenci oleh Allah SWT. Bisa saja karena tidak cantik justru menyelamatkan dirinya dari rasa sombong dan takabur. Yang jelas, apa pun yang ada pada diri kita, berbaik sangkalah kepada Allah SWT, bahwa itu semua yang terbaik untuk kita. Sesuatu yang kita suka atau kita benci semuanya tidak lain nikmat sekaligus ujian. Terimalah apa yang ada pada diri kita. Jangan membenci apa yang terjadi pada diri kita, karena bisa jadi semua itu adalah yang terbaik untuk kita. Jika kita sudah bisa menerimanya dengan lapang dada, hidup akan lebih bersemangat dalam mengejar prestasi, karena tidak ada lagi kata gagal di dalam kamus hidupnya. Hidup akan lebih tenang dengan segala kekurangan yang ada di dalam diri. Tidak ada kekhawatiran, begitu bebas, lepas, semuanya diserahkan kepada Allah untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya. 
Renungan 6: Maafkanlah Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al A'raaf:199) Saat kita dilukai oleh seseorang tentu akan menyisakan luka pada diri kita. Namun luka yang lebih berbahaya adalah luka di hati, luka secara emosional. Luka emosional sering kali muncul saat kita diejek, direndahkan, dihina, atau berbagai tindakan yang mengarah ke harga diri kita. Saat emosi kita luka, kita akan sangat protektif, mengapa karena luka di atas luka lebih menyakitkan dari pada luka baru. Luka emosional akhirnya sering menjadi sabotase bagi diri kita untuk meraih sukses. Kita takut gagal yang ujung-ujungnya takut diejek oleh orang lain. Kita juga sering takut oleh anggapan dan perkataan orang lain. Ini adalah akibat luka emosional yang masih ada dalam diri kita. Selama kita masih memiliki luka emosional, kita akan tetap sangat protektif yang secara tidak langsung sesuatu yang menyabotase diri Anda sendiri. Seperti luka fisik, luka emosional juga bisa disembuhkan. Saat kita tertusuk duri, agar jari kita sembuh, satu langkah penting ialah dengan mencabut duri yang ada pada diri kita. Luka tersebut tidak akan sembuh jika kita tidak mencabut durinya terlebih dahulu. Begitu juga dengan luka emosional, hanya akan sembuh jika penyebab lukanya sudah kita cabut, caranya dengan memaafkan orang yang membuat kita luka emosional. Dengan memaafkan, luka emosional kita akan sembuh sehingga kita tidak akan over protective lagi terhadap diri kita. Kita akan lebih tenang, tentram, sehat, dan mendapatkan kedamaian pikiran. Tentu saja, memaafkan yang tulus, yang benar-benar memaafkan tanpa syarat. Memaafkan yang seolah-olah orang yang melukai Anda tidak pernah melukai Anda dimasa lampau, bahkan bisa jadi dia adalah orang yang telah berjasa kepada kita karena memberikan peluang bagi http://www.motivasi-islami.com 21 kita untuk mendapatkan pahala dari memaafkan dan hikmah dari peristiwa yang bersangkutan. Dengan memberikan maaf yang sebenar-benarnya maaf, hati ini menjadi lebih ringan, lapang dan leluasa. Tidak ada lagi ganjalan sesuatu pun di dalam hati kita yang menghambat pikiran dan tindakan kita. Kita memandang masa depan dengan lebih optimis, karena sesuatu yang kita lihat begitu cerah dan menjanjikan. 
Renungan 7:Yang Terjadi ya Terjadilah Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Al Hadiid:22) Jika memang sudah kehendak Allah SWT, kita bisa apa? Yang terjadi, ya terjadilah. Kita tidak bisa menghindar dari berbagai bencana yang sudah direncanakan Allah SWT, kita tidak bisa lari dari ketentuan-Nya, kita tidak melawan-Nya, maka satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah menerimanya. Tunggu, yang dimaksud menerima bukanlah dalam makna “nrimo”, tetapi kita harus menyadari dan meyakini bahwa semua itu adalah kehendak Allah SWT. Dia-lah yang Maha Berkuasa menetapkan apapun yang terjadi pada kita. Menerima artinya kita mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, sebab semuanya datang dari Allah, maka kita kembalikan kepada-Nya. Jika kita sudah beriman akan ketentuan Allah, maka kita tidak lagi perlu larut dalam kesedihan, penyelasalan, dan kebencian akan masalah, kesulitan, musibah, dan kegagalan yang menimpa kita. Kita akan tenang menghadapi usaha dan upaya kita, karena jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, itu adalah sudah bagian dari ketentuan Allah SWT. Jika hal ini sudah tertanam dalam jiwa, maka tidak ada lagi gundah, tegang, resah, dan cemas di dalam hati kita. Kita akan menjalani hidup dengan penuh optimis dan semangat, karena apa lagi yang harus kita cemaskan. Semuanya sudah tertulis di Lauh Mahfudzh. Saat kesulitan menerpa, serahkan saja kepada Allah SWT. 
Renungan 8: Jalan keluar itu Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS Ath Thalaaq:2) Dan barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS Ath Thalaaq:4) Bagi orang bertakwa, bershabarlah, sebab kemudahan sudah menunggu kita. Matahari akan terbit esok hari bersamaan dengan kemudahan atas segala kesulitan, beban, dan kegagalan yang menimpa kita. Tidak usah risau dan pesimis, karena kemudahan dan jalan keluar sudah dijanjikan Allah SWT kepada kita. Yang kita perlu lakukan ialah dengan menambah ketakwaan kita, agar jalan keluar dan kemudahan segera menghampiri kita. Jadi, sepelik apapun masalah yang sedang kita hadapi, bertaqwalah kepada Allah. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselasaikan jika Allah memberikan jalan keluar bagi kita. Jika kita bertaqwa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk putus asa dan menyerah saat menghadapi masalah yang sangat rumit. Kata Umar bin Khatab ra., jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjaga kita. 
Renungan 9: Hanya mengharap keridhaan Allah Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al Insaan:9) Inilah ciri orang yang melakukan kebajikan, memberi makan kepada fakir miskin hanyalah untuk menghadap ridha Allah semata. Sering kali saat kita berbuat sesuatu, kita malah dikritik pedas oleh orang lain. Sering kali saat kita berbuat baik, bukannya mendapatkan terima kasih, tetapi malah dihina. Bahkan tidak sedikit orang yang berjuang malah mendapatkan fitnah. Kita tidak akan membicarakan mereka yang tidak suka kepada orang-orang yang berbuat baik. Kita fokuskan saja kepada diri kita sendiri. Jangan sampai kehadiran orang-orang seperti ini menghambat kita berbuat baik. Kita hanya mengharapkan keridhaan Allah, tidak peduli apakah orang yang kita tolong akan berterima kasih kepada kita atau tidak. Kita juga tidak usah memperdulikan orang yang malah mengkritik kebaikan kita. Lebih baik dikritik karena berbuat kebaikan dari pada mengkritik yang berbuat kebaikan tetapi tidak berbuat baik. Biarkan, teruskan berbuat kebaikan, teruskan berjuang untuk orang lain, dan jangan berhenti untuk berkontribusi. Yang perlu kita lakukan ialah menguatkan jiwa kita atas para pengkritik ini. Begitu juga, kita mungkin mendapatkan fitnah, karena ada orang yang tidak suka saat kita berbuat baik. Mereka memfitnah orang yang berbuat baik karena iri, dengki, atau kedudukannya terancam. Teruskan berjuang, sebab yang kita kejar adalah keridhaan Allah. Hanya keridhaan Allah. Jangankan kita, para Nabi pun yang mulia, selalu mendapatkan perlakuan yang jelek dari umatnya. Padahal para Nabi itu jelas akan menyelamatkan umatnya. Tapi apa yang terjadi, dibunuh, disiksa, dan difitnah, padahal mereka itu adalah orang-orang teragung yang diutus justru untuk menyelamatkan manusia. Apalah kita, jika kita bebuat baik, tentu saja akan mendapatkan perlawanan yang tidak sedikit pula. Renungan 10: Tegarlah Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orangorang yang beriman. (QS.Ali 'Imraan:139) Sungguh malu, saat kita menghadapi kesulitan, kita bersedih dan langsung bersikap lemah. Kita hanya diam, menyerah, dan berbicara mengeluarkan berbagai alasan-alasan mengapa kita menyerah. Kita menyalahkan orang lain, lingkungan, atau kondisi di sekitar kita. Alasan-alasan ini hanyalah bukti kelemahan kita, bukti bahwa kita tidak kuat menghadapi berbagai masalah yang muncul. Padahal Allah melarang kita bersikap lemah dan bersedih. Kita harus tetap tegar sekokoh batu karang dan tidak bersedih atas segala kesulitan dan beban yang menghimpit. Hapuslah air mata, bangunlah dari tidurmu. Bangkitlah, karena kita sesungguhnya kuat untuk menghadapi berbagai cobaan yang menerpa kita. Bersikap lemah dan larut dalam kesedihan tidak akan memberikan solusi bagi kita. Berharap belas kasihan? Tidak dijamin, malah bisa saja kita malah ditertawakan oleh orang lain. Kesedihan malah memadamkan api energi dalam tubuh kita untuk bertindak dan berkarya. Bukankah diam ini justru akan membuat masalah berlarut-larut? Masalah tidak akan selesai hanya dengan ditangisi, kita harus kuat dan bertindak mengatasi masalah tersebut. Bukannya diam lemah sambil bersedih hati yang justru akan menambah kesemasan demi kecemasan dalam diri kita. Langkah kita akan gamang, tak jelas arah, dan ujung-ujungnya kita malah tidak akan peduli lagi dengan apa yang akan terjadi, menyerah dan pasrah. Bangkitlah kawan, hapus air matamu, dan kuatkan dirimu. Renungan 11: Kemenangan Thalut Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al Baqarah:249) Dr. Ahzami S. Jazuli dalam menafsirkan ayat ini menekankan akan pentingnya ujian lapangan bagi pengembangan diri. Beliau melanjutkan, di antara keistimewaan Islam adalah adanya sinkronisasi antara mitsali dan waqii (antara idealita dengan realita). Penyebab kemenangan pasukan Thalut lainnya ialah, karena yang ada dalam benak pengikut Thalut yang minoritas ketika mereka berperang: tujuan mereka adalah bertemu dengan Allah SWT. Menurut Dr. Ahzami, mereka paham bahwa kemenangan bisa diraih hanya semata-mata atas ijin Allah, bukan kepiawaian berperang. Kemudian beliau menambahkan, kesabaran adalah syarat mutlak untuk mendapatkan kemenangan. Penafsiran Dr. Ahzami sangat selaras seperti apa yang seperti penafsiran Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran, Sayyid mengatakan: Kekuatan yang tersimpan (tersedia) di dalam jiwa itu tidak lain adalah iradah (kemauan, tekad, kehendak), yaitu iradah yang dapat mengendalikan syahwat dan keinginan, yang tegar menghadapi kesulitan dan penderitaan, yang mampu mengungguli semua kebutuhan dan keperluan, yang lebih mengutamakan ketaatan dan mengemban tugas-tugas dan tanggung jawabnya sehingga mampu melewati ujian demi ujian. Selanjutnya Sayyid Quthb mengatakan bahwa tentara yang diperlukan itu bukan sekedar jumlahnya besar, tetapi haruslah dengan hati yang kokoh, kemauan yang mantap, iman yang teguh, dan konsisten di atas jalan yang lurus. Itulah yang menjadi bekal bagi Thalut beserta pasukannya dalam mengalahkan Jalut dan tentaranya. Kalau begitu, kita tidak usah mundur sedikit pun untuk meraih sukses yang besar, meski sumber daya kita terbatas. Mungkin modal materi kita kurang. Mungkin kita tidak memiliki karyawan profesional. Mungkin kita kurang memiliki ilmu yang memadai, tetapi seperti pasukan Thalut, meskipun dengan segala keterbatasan bisa memenangkan pertempuran jika bermodalkan hati yang kokoh, kemauan yang mantap, iman yang teguh, serta konsisten dijalan yang lurus. Renungan 12: Rahmatan lil’alamiin Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiyaa':107) "Ah saya mah, sudah bisa ngasih makan anak sama istri sudah cukup. Saya tidak akan muluk-muluk." "Saya hanya ingin bermanfaat bagi orang lain." Coba bandingkan dua kalimat di atas. Mana yang lebih baik? Jika Anda memilih kalimat yang kedua, sepakat dengan saya. Bagaimana dengan contoh kalimat yang pertama? Menurut saya banyak sekali. Sebagai ciri orang-orang yang seperti ini ialah orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ciri lain ialah orang yang cepat puas dengan hasil yang dia peroleh, karena sudah mencukupi untuk diri serta keluarganya. Padahal masih banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan kita. Pengemis, gelandangan, anak-anak jalanan, anak-anak yatim piatu, anak-anak berandal, dan sebagainya. Jika kita sudah cukup, kenapa kita tidak berpikir untuk mencukupi mereka? Semua terserah Anda, kalimat mana yang akan Anda pilih. Pemilihan kata-kata itu merupakan pencitraan pada diri Anda sendiri, apakah Anda orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri atau orang yang peduli dengan sesama, yang menjalankan peran Anda sebagai seorang Muslim yaitu rahmatan lil 'alamin. Jangan karena kita sudah bisa memenuhi kebutuhan kita, lalu kita berhenti meraih sukses yang lebih tinggi lagi. Sebab, kita ini diutus menjadi rahmatan lil’alamiin, bukan saja rahmat untuk diri sendiri dan keluarga. Jika sudah sukses pun tidak ada alasan untuk tidak meraih sukses berikutnya, apa lagi jika kita masih merasa belum sukses.
 Renungan 13: Kisah Nabi Yunus A.S. Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orangorang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu. (QS Ash Shaafaat:139-148) Ayat-ayat ini mengisahkan saat Nabi Yunus a.s. meninggalkan umatnya. Kemudian beliau naik ke sebuah kapal yang penuh dengan muatan. Karena sesuatu hal yang mengancam keselamatan kapal, maka diputuskan untuk mengurangi penumpang dengan cara melempar sebagian penumpang ke laut. Untuk menentukan siapa yang akan dilempar ke laut, maka diadakan undian dan Nabi Yunus a.s. kalah dan harus dilempar ke laut. Kemalangan tidak sampai di sana, di laut beliau ditelan oleh seekor ikan yang besar. Beliau berdoa di dalam perut ikan sampai pertolongan Allah datang. Beliau dilemparkan ke suatu daerah yang tandus dan dalam keadaan sakit. Setelah mengalami berbagai kemalangan dan kesulitan tersebut, akhirnya pertolongan Allah SWT datang. Mulai ditumbuhkannya pohon labu dan diterima oleh umat yang beriman. Suatu kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bershabar atas segala ujian yang dihadapinya. Oleh karena itu hendaknya kita semua selalu berpikir positif. Selalu yakin bahwa ada hikmah dari setiap kejadian atau kondisi yang kita alami saat ini. Suatu kesulitan bukan berati kita akan sulit selamanya. Ada kebaikan dan kemudahan setelahnya, insya Allah. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS.Alam Nasyrah:5-6) Dan belum tentu pula kesulitan yang kita hadapi merupakan gambaran dan kehinaan kita, Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku" Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (QS. Al fajr:16-17) Kesempitan rezeki bukan indikasi yang menunjukan kehinaan dan kesia-siaan. Apapun kejadian yang menimpa kita, apabila hati kita penuh dengan iman, maka kita insya Allah akan selalu berhubungan dengan Allah SWT dan mengerti apa yang ada di sana. Harga diri seseorang dalam timbangan Allah SWT bukan ditentukan oleh nilai-nilai lahiriah. Kesulitan dan kegagalan bukanlah diri kita. “kesalahan kita” dan “kita” adalah berbeda. Kesalahan adalah kesalahan, diri kita adalah diri kita. Maksudnya jika kita melakukan kesalahan, bukan berarti diri kita orang yang selalu salah, kita hanya membuat kesalahan saja, yang masih bisa kita perbaiki. Jangan putus asa, jangan berhenti, teruslah maju. Renungan 
14: Janganlah kamu berhati lemah Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa':104) Meski ayat ini dalam konteks berperang, saya yakin, juga ditujukan untuk jihadjihad yang lainnya, termasuk saat kita harus bersaing dalam mencari nafkah buat anak dan istri karena hal ini juga sebagian dari jihad. Kita tidak boleh berhati lemah dalam bersaing, jika kita memiliki kelemahan pesaing juga sama, malah kita memiliki kelebihan, yaitu “harap” atau raja’. Kita masih bisa berharap kepada Allah, sementara orang-orang yang tidak beriman tidak. Mengapa harus takut? Suatu hal yang ironis bukan, jutru dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak beriman. Seharus kita umat Islam bisa menjadi umat yang memimpin, karena kita punya Pelindung dan Penolong yang tempat kita berharap. Bukankah sudah hafal Surat Al Ikhlas ayat ke 2? Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas:2) 
Renungan 15: Seberat-beratnya beban… Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah:286) Kita sering merasa beban yang sedang kita alami adalah sangat berat, bahkan paling berat diantara beban yang dimiliki oleh orang lain. Orang cendrung suka menceritakan beban, kesulitan, atau masalahnya kepada orang sambil meyakinkan orang lain bahwa bebannya yang paling berat. Apa itu membantu? Menceritakan beban kepada orang terdekat atau yang terpercaya mungkin akan meringankan, tetapi kalau ke banyak orang justru malah tidak baik. Dari pada bercerita ke sana ke mari tentang beban kita, mengapa tidak bercerita dan mengadu kepada Allah SWT. Berdoalah: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Allah SWT tidak pernah memberi beban yang melebihi kemampuan kita. Ini menurut Al Quran. Jadi bagaimana pun besarnya beban, kesulitan, dan masalah yang kita hadapi, yakinlah bahwa kita akan mampu melewatinya dan mengatasinya. Ayat ini memberikan kekuatan kepada kita untuk lebih percaya diri dalam menjalani hidup ini. Kita percaya, bahwa diri kita sudah diberikan kekuatan untuk menghadapi masalah bagaimana pun beratnya menurut ukuran kita. Kita juga yakin, bahwa Allah tidak akan memberikan beban yang melebih kemampuan kita. Justru, saat kita mendapatkan masalah yang berat, sangat berat, bahkan paling berat dibanding masalah yang dihadapi orang, ini menunjukan bahwa kita memang memiliki kemampuan yang lebih. Seorang anak SD tentu hanya akan diberikan soal ujian untuk SD, sementara seorang mahasiswa akan mehadapi ujian untuk tingkat perguruan tinggi. Harusnya kita malu, jika kita menyerah dengan ujian yang kita hadapi. Jangan-jangan, ujian yang diberikan adalah untuk level SD, sementara orang lain menghadapi ujian level perguruan tinggi dan mereka mampu menghadapinya. 
Renungan 16: Susah Payah Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. Al Balad:4) Susah payah adalah sudah kodrat kehidupan manusia. Hidup ini selalu dijalani dengan susah payah, semua perlu usaha. Kata orang barat, “no free lunch” tidak ada sesuatu yang gratis, semua perlu kerja semua perlu usaha. Jadi tidak ada gunanya berkeluh kesah, sebab jika kita berkeluh kesah dalam menghadapi kesulitan, maka kita akan berkeluh kesah selamanya. Untuk kaya memang susah, tapi miskin juga susah. Kalau begitu mendingan milih kaya. Untuk maksiat perlu susah payah, untuk beribadah juga susah payah. Kalau begitu mending beribadah. Apapun yang kita lakukan, akan disertai dengan susah payah. Jadi susah payah tidak bisa dijadikan oleh kita sebagai alasan kita tidak bertindak apa-apa. Jika susah payah selalu menyertai kita, pilihan terbaik ialah menjalani hidup yang baik. Tidak ada alasan tidak berkarya, tidak ada alasan untuk tidak memberikan kontribusi, tidak alasan untuk tidak berdakwah, tidak ada alasan untuk tidak berjihad, tidak ada alasan untuk tidak meraih sukses yang besar, toch meskipun kita tidak berusaha untuk itu semua, kita tetap susah. Susah payah mungkin sama, tetapi hasil dan makna dari yang kita lakukan mungkin berbeda. Apakah sama orang yang susah untuk mengejar kesenangan dunia dengan orang yang susah payah mengejar kesenagan akhirat? Apakah sama orang yang susah payah mengejar harta untuk diri sendiri dengan orang yang mengejar harta untuk jihad? Apakah sama susah payah untuk mempertahankan kemalasan dengan susah payah untuk berkarya? Susah payahnya sama, tapi hasilnya beda. Orang yang tidak mau susah payah sebenarnya, hanya tidak mau berpindah bentuk susah payahnya. Apa pun yang kita lakukan, kondisi apapun yang ada pada diri kita, semuanya memerlukan susah payah. Untuk malas pun perlu susah payah, kata siapa tidak? Untuk berjuang pun perlu susah payah, oleh karena itu lebih baik berjuang. Renungan 17: Bagimu apa yang telah kamu usahakan Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah:134) Mungkin orang tua kita hebat, mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yeng lebih penting ialah sehebat apa diri kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah diperoleh oleh para pendahulu kita, tetapi jika kita hanya menikmati dan membangga-banggakan hasil pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang hebat bukan diri kita, tetapi pendahulu kita. Kita tidak akan mendapatkan apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita. Pahala mereka bagi mereka, kita tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan apa yang telah diperoleh oleh pendahulu kita untuk tujuan yang baik. Kita boleh memanfaatkan yang sudah ada sebagai pijakan perjuangan selanjutnya. Islam menginginkan perbaikan secara terus menerus. Kita tidak bisa mengandalkan pada apa yang sudah dicapai oleh pendahulu kita. Atau, jika pun pendahulu kita tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti jejak mereka. Apa yang mereka lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa yang akan kita lakukan dan untuk diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun yang dilakukan oleh pendahulu kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak untuk diri kita. 
18: Kamu adalah umat yang terbaik Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali 'Imraan:110) Allah SWT melalui Al Quran, menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik. Oleh karena itu kita tidak perlu merasa minder dari umat-umat lain, meskipun saat ini umat lain cendrung lebih maju dari pada kita. Kita sebenarnya umat terbaik, memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jika saat ini umat yang lain relatif lebih maju, artinya kita belum mengoptimalkan segenap potensi yang kita miliki. Karena kita adalah umat yang terbaik, konsekuensinya kita harus menjadi pemimpin yang mengarahkan kepada kebaikan, kita harus meminpin dalam teknologi agar teknologi diarahkan untuk kebaikan. Kita harus memimpin dibidang informasi, agar informasi digunakan untuk kebaikan. Kita harus memimpin di bidang politik agar politik dimanfaatkan untuk kebaikan, dan kita harus memimpin di berbagai bidang lainnya agar bisa digunakan untuk kebaikan. Kebaikan bukan hanya hasil bicara, kebaikan akan lebih nyata jika merupakan hasil kerja. Apa lagi hanya bicara kritik sana kritik sini seperti seorang calo, banyak ngomong tetapi dia sendiri hanya diam saja. Kita harus bergerak, bertindak, dan berbuat. Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya. Ini merupakan amalan iman paling lemah.’” (HR Imam dan Muslim) 
Renungan 19: Kata siapa harus miskin? Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (QS. Al Lain:5-7) Ini hanya salah satu ayat saja, jika mau membuka Al Quran lebih dalam lagi, akan banyak ditemukan ayat-ayat yang senada dengan ayat ini, yaitu ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berinfaq, shadaqah, atau berzakat. Pada intinya banyak ayat yang memerintahkan kita untuk memberi, bahkan saya belum pernah menemukan ayat yang memerintah untuk menerima. Bahkan jika ada orang kaya yang menafkahkan hartanya untuk kebenaran, kita boleh iri, seperti sabda Rasulullah saw. dalam hadits berikut: Dari Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw., beliau bersabda : “Tidak diperbolehkan hasud (isi hati), kecuali dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian dibelanjakan dalam kebenaran, dan seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian diamalkan dan diajarkannya.” (HR Bukhari Muslim) Ayat dan hadits ini memberikan inspirasi kepada kita, untuk tetap berusaha mencari harta dengan niat untuk dibelanjakan dalam kebenaran. Memang, untuk melakukan hal ini sulit, tetapi kita juga sulit jika dalam keadaan miskin, bahkan bisa jadi kemiskinan ini malah membuat kita kufur. Kaya atau miskin tetap membawa resiko, jika demikian saya memilih kaya. Namun demikian, jika Allah menakdirkan kita miskin, maka kita harus bershabar. Jika kita berjuang mencari harta untuk jalan kebenaran, itu adalah salah satu jenis jihad yang diperintahkan oleh Al Quran, Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS.At Taubah:111) Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan An Nasai, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa membelanjakan hartanya di jalan Allah, niscaya Dia akan membalasnya dengan 700 kali lipat.” Kini semakin jelaslah, bahwa memiliki harta itu memang diperintahkan selama tujuannya untuk berjihad membela agama Allah. Pilihan ada ditangan kita, apakah kita mau kaya yang bersyukur dan berjihad atau miskin tetapi shabar? Keduanya tidak salah, tetapi yang utama ialah kaya yang bersyukur dan berjihad. Renungan 
20: Allah menjadikannya mudah Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al Mulk:15) Ternyata, Allah telah memudahkan kita untuk mendapatka rezekinya. Allah telah memberikan tuntunan dan motivasi kepada kita bahwa mencari rezeki itu tidak sulit. Salah satu tuntunannya ialah kita harus ingat bahwa hanya kepada Allah kita kembali setelah dibangkitkan. Artinya apa? Janganlah mencari harta menjadi tujuan hidup yang utama bagi kita. Jika kita menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kita, insya Allah kita akan mudah mendapatkan rezeki, seperti yang difirman dalam ayat berikut: …Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu. (QS Ath Thalaq:2-3) Dengan ayat-ayat tersebut, diri kita akan terbebas dari kegelisahan akan rezeki. Kita akan tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperolehnya. Jika Allah yang menjamin rezeki kita, kita tidak lagi perlu memohon dan meminta kepada manusia atau makhluq lainnya. Kita hanya memohon kepada Allah yang telah menjamin rezeki kita dan berusaha untuk menjemput rezeki tersebut. Dunia ini sudah berlimpah dengan rezeki, kita tinggal menyebar dimuka bumi untuk mengambil kelimpahan tersebut dan Allah telah memudahkannya. Lalu mengapa terasa sulit? Bukan ayat ini yang salah, karena Al Quran tidak mungkin salah, yang salah ada pada diri kita, mungkin kita kurang giat mencarinya atau sudah benar, Allah sengaja menangguhkannya untuk menguji kita. Tetapi kita tidak pernah tahu, yang kita tahu adalah berdoa dan berusaha. Jika usaha kita kurang giat, maka tambahkan. Jika usaha kita masih salah, belajarlah baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman seseorang. Penutup Bacalah Berulang-ulang Anda akan mendapatkan manfaat yang optimal jika Anda membacanya berulang-ulang sambil. Semakin sering Anda membaca, akan semakin tertanam di hati dan di kepala Anda, sehingga akan membekas pada sikap dan perilaku Anda. Saya merasa lebih nyaman, lega, dan semangat setelah menulis ebook ini, saya berharap Anda juga mendapatkan hal yang sama.

0 comments:

Post a Comment